Pages

Minggu, 23 Maret 2014

Pudarnya Sentuhan Budaya Melayu di Kalangan Remaja Masa Kini

Oleh Sulvia Nur Oktafiani

“Adakah remaja yang tak kenal dengan budaya Melayu?”. Sungguh terdengar aneh jika pertanyaan ini direspon dengan jawaban “Ada”. Dalam realita kehidupan saat ini, dapat dibuktikan pasti semua remaja pernah bahkan sering mendengar kata budaya Melayu tersebut, meskipun tidak banyak dari mereka yang dapat menjelaskan secara implisit makna yang terkandung dari budaya Melayu itu sendiri.
Fakta sejarah mengatakan bahwa budaya Melayu merupakan puak kebudayaan pada masa lampau yaitu budaya elok yang katanya tidak diragukan sebagai etnis dan rumpun bangsa. Melayu dikenal sebagai sebuah identitas kultural yang biasanya dicirikan kepada orang yang beragama Islam, beradat-istiadat Melayu, berbahasa Melayu dan menempati kawasan Melayu. Namun tak dapat dipungkiri, saat ini defenisi Melayu tersebut bersifat reduktif karena tidak semua orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai orang Melayu jika ia menetap di kawasan Melayu, menganut agama Islam, dan mempraktekkan adat-istiadat Melayu. Hal ini memberikan gambaran bahwa Melayu bukanlah sebuah identitas kebudayaan yang tunggal dan homogen melainkan heterogen karena hakekatnya Melayu diibaratkan sebagai rumah yang didalamnya dihuni oleh berbagai orang dengan cara pandang yang berbeda-beda, baik itu yang bersumber dari sistem religi maupun keyakinan. 
Pelaku budaya telah mengakui bahwa kemajuan zaman modern berkaitan erat dengan keberadaan budaya Melayu saat ini. Mula-mula proses modernisasi hanya berkaitan dengan bidang teknologi, informasi dan komunikasi, namun saat ini juga merambat ke bidang lainnya seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Semua pola kehidupan manusia telah berubah menjadi pola modern (western), dan tak heran jika minim sekali kita temukan remaja yang mau melestarikan budaya Melayu saat ini, 70% dari remaja lebih tertarik dan sering menikmati budaya modern dibandingkan budaya Melayu dan realisasi nyata yang terlihat hanya 30% yang masih ingat dan menjunjung adat Melayu, karena pola pikir dan lingkungan mereka yang juga mendukung, tidak sama halnya dengan remaja lainnya, khususnya yang tinggal di perkotaan.
Jika ditelaah sebenarnya budaya Melayu “terpaksa” mengizinkan masuknya budaya modern, karena jika budaya Melayu terlalu ketat dan tidak menerima sentuhan apapun dari budaya modern, niscaya budaya Melayu akan dipandang sebelah mata sebagai budaya yang kuno dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Apalagi menurut kalangan remaja, mereka takut dan terlalu ego untuk dikatakan ketinggalan zaman, kuno dan berfikiran sempit. Sungguh pandangan yang benar-benar salah telah merasuki pemikiran remaja saat ini.
Gejolak modernisasi dan akulturasi budaya yang tak sehat memang tidak dapat dihindari lagi, alhasil pudarnya budaya Melayu saat ini sudah benar-benar terlihat dengan jelas. Masalah ini ternyata telah dibenarkan sebelumnya oleh seorang penulis Tatang Yudiansyah. Beliau mengemukakan bahwa kehidupan di perkotaan akan sangat mudah terpengaruhi oleh fasilitas budaya modern yang akan mengikis budaya Melayu itu sendiri.
Dari satu sisi, modernisasi memberikan nilai-nilai positif karena dengan “dunia tanpa batas”, orang-orang bisa bersaing secara sehat dan dapat menerima serta mentransfer berbagai hal demi kemajuan dalam menjalani kehidupan. Namun disisi lain,  realisasi budaya modern lebih cenderung berdampak negatif dan bertentangan dengan nilai-nilai budaya Melayu yang religius. Fasilitas hiburan seperti diskotik, bar, cafe, dan karaoke dan budaya asing lainnya dari segi pakaian dan makanan yang notabenenya adalah budaya modern ala barat (western) semakin marak terjadi. Telah jelas ini merupakan peringatan dari budaya modern kepada budaya Melayu untuk siap pada tinggkat waspada, karena yakinlah budaya Melayu akan total berubah jika hingga sekarang masih tidak ada upaya nyata terhadap permasalahan ini.  
Pemerintah seperti membuka telapak tangan menyambut  hal demikian dan masyarakat pun sangat antusias menikmatinya. Semuanya seakan-akan tak menyadari pahitnya keruntuhan budaya Melayu dimasa yang akan datang. Memang benar manusia sebagai pelaku budaya, secara lahiriyah tidak mampu lagi menghadang derasnya budaya modern yang masuk, tetapi sampai kapan ini akan dibiarkan?. Apa sampai semua nilai-nilai budaya Melayu berhasil terkikis oleh budaya modern?. Jika iya masih pantaskah budaya Melayu dijadikan sebagai jati-diri bangsa seperti dulu kala?. dan jika tidak akankah pelaku budaya menyerah begitu saja menyikapi perubahan ini?. Sebenarnya masyarakat Melayu di perkotaan masih bisa berjuang menghambat tantangan budaya modern meskipun mereka harus merangkak tertatih-tatih, dan perjuangan harus dimulai dini hari biarlah perlahan asalkan sampai kapanpun budaya Melayu tetap menjadi identitas utama bagi bangsa Melayu .
Sebenarnya tidak ada larangan bagi para remaja untuk mempelajari dan menggunakan gaya budaya orang barat. Ajaran Islam memang menggalakkan manusia untuk terus memajukan diri dan bukanlah menjadi kesalahan besar jika remaja mengikuti perkembangan budaya Negara Barat selagi budaya yang diikutinya tidak bertentangan dengan tuntutan budaya dan Islam yang suci. Tidak adil rasanya jika orang asing saja mau mempelajari budaya kita, kenapa kita tidak?, tetapi cobalah imbangi dengan budaya Melayu yang merupakan jati-diri bangsa, disaring mana budaya yang sesuai dan mana yang tidak sesuai.
Banyak cara sederhana dalam menyeimbangi budaya modern dengan budaya Melayu agar tidak lenyap di makan waktu dan hilang di telan zaman. Saran bagi para remaja jangan lah hanya bisa menerapkan budaya barat tapi lestarikanlah budaya Melayu agar para penerus bangsa yang akan datang bisa mengingat dan menggunakan budaya Melayu sebagai realita kehidupan sehari-hari. Tanamkanlah khazanah Melayu yang mengatakan bahwa “Sejauh apapun seseorang telah mencapai sebuah kemajuan, tunjuk ajar Melayu tetap mengarahkan supaya semua orang Melayu berpegang teguh pada nilai-nilai agama, budaya dan norma sosial”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa jika remaja ikut andil dalam mengembangkan budaya Melayu dan semuanya berjalan dengan baik, maka akan baik pula akhlak remaja Melayu, namun jika tidak niscaya rusak pula akhlak remaja Melayu tersebut. Sekarang pikirkanlah wahai remaja, sudah benarkah sikap kamu yang lebih mengutamakan budaya barat dibandingkan budaya Melayu?. Renungkanlah!. Pilihan mana yang akan kamu pilih “Kemajuan Budaya Bangsamu Sendiri” atau “Kemajuan Budaya Bangsa Oranglain?.